22/10/10

Sumpah Regenerasi

Jika selama ini kami sebagai kaum muda menjadi objek yang disalahkan dalam hal mencintai negara, mungkin saat ini kami perlu membuka mata dan mengangkat suara. Negara perlu bukti, dengan tindakan konkrit yang tampak secara agregat.

Mungkin perlu kami memberi contoh dari hal-hal yang sederhana terlebih dahulu Dimulai dari upacara bendera yang minimal pelajar lakukan setahun sekali, pada tanggal 17 Agustus sebagai peringatan HUT Republik Indonesia. Seringkali sebagian besar dari kami bersikap seenaknya dalam mengikuti upacara bendera. Apa sebabnya?

Ya, itu.. Kami tidak mencintai negara kami.
Bukan. Kami BELUM mencintai negara kami.

Sepertinya saat ini kami sebagai kaum muda malas, muak, dan segan untuk mengakui Indonesia sebagai negara yang kami banggakan. Berbagai masalah yang melanda Indonesia. Mulai dari korupsi, yang menurut kami merupakan sumber dari seluruh masalah ekonomi di Indonesia. Selain itu, tiadanya kebebasan beragama, kesenjangan antar daerah (apalagi jika dilihat antara Pulau Jawa dan Kalimantan, atau Maluku). Masyarakat (termasuk kami) ikut terus memberi kritik untuk pemerintah. Tetapi, memang sayangnya.. Kritik itu bernada ingin menjatuhkan negara. Bukan hanya menjelek-jelekkan kinerja pemerintah. Tetapi juga bangsa. Berarti ya, kita semua.

Sebagai pemuda yang katanya merupakan generasi penerus bangsa, kami mengakui bahwa kebanggaan kami terhadap Indonesia memang tidak sebesar kebanggaan para pemuda saat pengucapan Sumpah Pemuda pada tahun 1928, atau pada saat reformasi. Mungkin nyali kami tidak sebesar mereka yang rela melakukan demonstrasi berisiko tinggi, demi mengubah negara. Demi mengubah masa depan bangsa, yang ada di tangan mereka.

Mungkin berbagai golongan banyak memprotes sikap kami sebagai generasi penerus bangsa selanjutnya, yang begitu acuh terhadap negara sendiri. Kami cenderung ingin meninggalkan dan berpaling dari Indonesia, pindah ke luar negeri, untuk kehidupan yang lebih baik. Kami akui, memang kami cenderung kurang bangga.

Tetapi, sebagian dari kami menganggap pandangan ini adalah generalisasi. Yang menyamaratakan semua kaum muda di Indonesia. Melihat kami dari sisi negatif. Tetapi, apakah sejumlah dari kami.. Yang memiliki perasaan, akan diam? Apakah sejumlah dari kami.. Yang berani menunjukkan perasaan itu, akan menyerah?

Apakah sejumlah dari kami.. Yang berani, dan mau melakukan suatu tindakan konkrit untuk Indonesia, akan pergi begitu saja?

Kami adalah bibit-bibit unggul yang siap ditanam di seluruh dunia. Yang sedang dalam proses menuju kedewasaan sesungguhnya. Serta dalam tahap mengenyam pendidikan dengan prestasi yang kami harap dapat kami raih setinggi-tingginya. Sejumlah dari kami akan maju dan mengajak seluruh dari kami untuk mewujudkan suatu tindakan nyata yang dapat mengubah nasib bangsa suatu saat nanti.

Dengan segala hal yang kami pelajari, mencakup seluruh kemajuan teknologi dan globalisasi, saatnya akan tiba bagi kami untuk membuka pikiran masyarakat yang terbelakang. Ini yang kami sebut nasionalisme modern. Kami ingin melanjutkan studi ke luar negeri, bertanda kami ingin mencari ilmu yang lebih dan mencari kepercayaan diri untuk melakukan suatu tindakan yang akarnya sudah tumbuh di pikiran kami masing-masing. Kami menyebutkan segala kekurangan bangsa dan kemunduran kinerja pemerintah, dengan maksud untuk mencari solusi yang tepat yang dapat menggantikan keburukan-keburukan tersebut.

Kami perlu dipercaya. Karena jika ditarik kesimpulan, sebenarnya kami mencintai Indonesia. Hanya saja kami masih belajar untuk menunjukkan rasa cinta itu.

Comments expected ;)

Why Sushi?

Iya, kenapa Sushi sih?



Ya karena... Sushi. Menggambarkan kita, mencerminkan kita; Sebelas IPS Satu.
Banyak banget topping-topping yang ada pada sushi itu sendiri. Ya seperti kita ini, campur aduk jadi satu. Ada yang tinggi, ada yang pendek. Ada yang sipit, ada yang belo. Ada yang gemuk, ada yang kurus. Ada yang cantik, ada yang biasa aja. Ada yang berisik, ada yang pendiam.

Eh.
Satu hal yang perlu diingat: never underestimate the power of social studies student!
Siapa bilang IPS itu buangan? Buktinya banyak kok anak-anak IPS yang berbakat dan berprestasi. Stop diskriminasinya. Kita masuk IPS bukan karena kita nggak mampu di IPA, beneran lho.

Ya pokoknya..... SUSHI ya SUSHI.
Sebelas Sosial satU SHIP.

Yasudahlah, cukup untung postingan awal.

Sushi was here,
and now is signing off!